Ada yang bilang bahwa bukan orang Indonesia namanya kalau belum pernah makan Indomie.
Sepakat.
Sama halnya belum sah jadi anak Malang kalau belum pernah mencoba yang namanya Ayam Goreng Nelongso.
Yap, bagi masyarakat Malang Raya (Kota Malang, Kabupaten Malang dan Kota Baru), Ayam Goreng Nelongso adalah tempat makan di mana perut-perut bisa penuh tak peduli kondisi keuangan sedang kembang kempis. Nelongso merupakan jawaban atas makanan yang murah meriah oleh kalangan perantau dan kelompok pekerja yang gajinya sudah habis di pekan pertama.
Bahkan bagi diri saya sendiri, restoran Ayam Goreng Nelongso punya sebuah kisah nelongso (menyedihkan) yang kini kalau dipikir-pikir bikin geli mengingatnya.
Beberapa tahun lalu waktu saya masih terbuai oleh seorang pria, Ayam Goreng Nelongso cabang UMM adalah salah satu tempat favorit makan malam sambil saling pandang terpanah asmara. Karena mantan pacar saya waktu itu statusnya masih mahasiswa tingkat akhir yang bikin skripsi nggak kelar-kelar, saya sebagai pacar yang dimabuk cinta dan punya penghasilan, selalu lah mengajaknya makan malam, hitung-hitung rasa terima kasih sudah dijemput pulang kerja.
Harga satu porsi ayam goreng di Nelongso yang tidak pernah bikin kantong saya sebagai pegawai UMR ini jebol pun menjadi saksi kita haha hihi, berkisah soal bagaimana nanti kalau sudah menikah nanti. Sebuah bualan yang saya bersyukur tidak pernah terwujud.
Gimana mau terwujud, lha wong dia selingkuh dan malah ninggalin saya nikah sama perempuan lain.
Dan akhirnya Ayam Goreng Nelongso cabang UMM itu jadi saksi saya menangis. Untung saja saya waktu itu pesen sayap dengan siraman sambel super pedes, jadinya nggak ada yang tahu kalau tangisan saya waktu itu bukan karena sambel (saya juga nggak suka pedes benernya), tapi karena patah hati to the bone kalau kata generasi Z.
Kisah Nelongso Nanang Suherman, Pendiri Ayam Goreng Nelongso
Meskipun kisah asmara saya bisa dibilang cukup nelongso, sebetulnya tidak sebanding dengan kisah Nanang Suherman, sang pemilik Ayam Goreng Nelongso.
Terlahir sebagai anak tunggal dari keluarga yang perekonomiannya terbatas, Nanang memang sudah terbiasa dimanja. Sebuah kondisi yang begitu kontradiktif dan sedikit banyak akhirnya membuatnya tumbuh jadi pemuda keras kepala. Gengsi sebagai anak tunggal, katanya, membuat Nanang ingin merantau dari kota kelahirannya di Probolinggo untuk kuliah di Malang.
Di usianya yang kala itu masih 18 tahun pada tahun 2005, Nanang pun berangkat ke Malang meskipun tahu kondisi perekonomian orangtuanya membuat keinginan kuliah itu tak terwujud dan menguap di semester awal. Menolak pulang ke Probolinggo, pria berdarah Madura ini pun nekat memulai bisnis dan mencari penghidupan sendiri.
Pemikirannya yang selalu tumbuh ke atas membuat Nanang bersedia menjalani profesi sebagai loper koran. Lampu merah pertigaan Gajayana menjadi saksi Nanang berjualan koran meskipun saat itu ada saudaranya yang melihat dengan tatapan malu. Nanang tak bergeming. Baginya kenapa harus malu kalau itu halal? Terbukti dalam waktu empat bulan, Nanang si agen koran sudah punya gerobak dan tiga orang karyawan. Namun sepertinya Tuhan belum mengizinkan Nanang sukses karena gerobak jualannya dihancurkan Satpol PP.
Sales komputer dan makelar mobil tetangga dijalaninya demi hidup di perantauan. Hingga akhirnya dia diterima menjadi karyawan sebuah bank dengan gaji Rp1,8 juta yang membuat Ibunya bangga. Pulang ke Probolinggo dan disambut dengan syukuran sebagai karyawan, Nanang justru ingin keluar dari zona nyaman. Melihat bagaimana saudara-saudaranya sukses sebagai pengusaha, Nanang kembali ke Malang dan justru rela menjadi pegawai besi tua di tempat usaha kerabatnya dengan gaji Rp400 ribu per bulan.
Bisa ditebak, sang Ibu yang sudah berbangga punya anak jadi karyawan bank harus menahan kecewa dan kesal. Bukannya kembali jadi pegawai, Nanang si pemuda ambisius itu berhasrat bisa sukses juga sebagai pebisnis besi tua.
© Instagram @yeni.isna |
Hanya butuh enam bulan saja, usaha besi tua Nanang mulai menampakan hasil dan dia memiliki pick-up. Memahami sifat sang putra yang pintar cari uang dan pintar menghabiskan uang, membuat sang Ibu menyuruhnya segera menikah.
Adalah Yeni Isna, seorang gadis asal Jombang yang kebetulan juga anak tunggal, dipilih Nanang untuk menjadi calon istrinya. Tanpa perlu berlama-lama berpacaran, Nanang langsung melamar Yeni dalam waktu satu bulan usai berkenalan. Bermodalkan uang Rp500 ribu, kedua sejoli itu akhirnya resmi jadi suami istri di KUA pada akhir tahun 2010, ketika Nanang genap berusia 23 tahun.
Titik Terendah dengan Hutang Rp1,3 Miliar
Memiliki mertua yang cukup berada, membuat Nanang terbuai. Awal pernikahan dijalani dengan begitu bahagia karena sudah memiliki rumah sendiri dan penghasilan. Namun seperti kata banyak orang bahwa kenyamanan itu berbahaya, begitu pula yang dialami Nanang. Ingin bisnis pengolahan besi tua dan plastik yang dia kelola makin besar, Nanang mulai terpikat pada sesuatu yang banyak membuat pebisnis hancur, hutang.
"Ya ngutang ke bank resmi, ya ke bank titil (istilah untuk rentenir harian). Hampir tiap hari ada debt collector yang datang buat nagih hutang. Hari Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, bahkan ada yang Senin-Kamis, Rabu-Jumat, sampai ada sehari tiga kali penagihan bank titil. Total hutang saya 1,3 miliar Rupiah waktu itu," cerita Nanang di channel Youtube Pecah Telur.
Tak sanggup lagi terjerat hutang, Nanang mengambil keputusan besar yakni menjual seluruh asetnya. Nanang yang sempat bergelimang harta pun kembali ke titik nol. Setelah terusir dari rumah, Nanang sempat mengajak istrinya tidur di pom bensin.
"Kayak wong mbambong (gelandangan). Kita tidur pindah-pindah dari satu pom bensin ke pom bensin lain. Sampai akhirnya istri yang waktu itu masih bekerja dapat gaji, kita baru sewa kamar. Bahkan waktu istri mau melahirkan, saya sampai jadi pemulung sampah di jalan Soekarno-Hatta tiap malam. Ngumpulin uang 1,5 juta buat persalinan anak pertama di Jombang. Istri saya rela nahan sakit selama tiga hari demi nunggu saya datang bawa uang," kisah Nanang dengan suara tercekat dan mata berkaca-kaca.
Tak berhenti di situ, kepiluan Nanang berlanjut saat sang putri sudah lahir. Masih dikejar oleh debt collector, Nanang bahkan sampai dipukuli oleh tiga orang penagih hutang karena tak bisa membayar kewajiban. Dengan wajah dan tubuh babak belur serta sang istri yang menangis, Nanang memeluk anak pertamanya.
Bukannya nangis teriak seperti layaknya bayi, sang putri hanya mengalirkan air mata tanpa suara, seolah tahu penderitaan yang dialami sang Ayah. "Sejak itu saya berjanji sama anak dan istri bahwa ini tangisan terakhir kamu, nak," ujar pemilik akun Instagram @nanang_anakbaik itu.
© Instagram @yeni.isna |
Griya Bebek dan Pujasera Semanggi
Pertemuan Nanang dengan bisnis kuliner sebetulnya terjadi tanpa diduga. Saat itu dirinya yang sedang mencari kontrakan untuk tempat usaha, akhirnya memperoleh tempat dengan harga sewa Rp8 juta di daerah Semanggi, dekat kampus Poltek Malang. Baru dibayar Rp500 ribu, si pemilik kontrakan mengizinkan Nanang untuk menggunakan kompor, kursi dan gerobak milik penyewa sebelumnya supaya bisa membuka warung.
Modal nekat, Nanang pun belajar memasak bebek dari Youtube dan Google. Dengan harapan tinggi, Nanang membuka warung kecil-kecilan bernama Griya Bebek dan Ayam Mas Nanang. Perih, di awal-awal berjualan dirinya justru cuma memperoleh penghasilan lima ratus rupiah dari orang yang membeli krupuk, padahal warung sudah dibuka dari pagi hingga malam.
Kemalangan sepertinya tidak berhenti menyapa hidup Nanang saat itu. Sehari meninggalkan warung untuk pergi ke luar kota, Nanang mendapati gerobak jualannya dicuri orang.
Namun bagi Nanang, ketidakberuntungan sebetulnya adalah gerbang dari sebuah peluang. Termasuk seperti bagaimana dirinya menemukan resep bebek goreng andalan setelah tanpa sengaja memasak daging bebek hampir dua jam lamanya. Daging bebek yang hampir hancur dan kemudian digoreng itu justru membuatnya memperoleh pelanggan pertama.
Kesempatan membesarkan usaha kulinernya datang saat dirinya mendapat tawaran berjualan di Pujasera Semanggi, tepat di samping kampus Poltek Malang. Sempat mendapat penolakan karena tak boleh berjualan lalapan, Nanang pun mengaku berjual sego sambel (nasi sambal).
Dibanderol dengan harga lima ribu Rupiah untuk satu porsi, Nanang menawarkan lauk sayap dan ceker ayam yang digoreng, lalu disiram sambal. Di waktu itulah celetukan nama menu Ayam Goreng Nelongso hadir karena nama nelongso itu diartikan sebagai tampilan menunya yang cuma lauk sayap dan ceker. Sebuah analogi manusia yang begitu nelongso saat kehilangan tangan (sayap) dan kaki (ceker).
Si Anak Baik yang Berhasil Beli Ruko dan Buka Cabang ke-71
Ayam Goreng Nelongso yang awalnya cuma salah satu menu di Griya Bebek dan Ayam Goreng Mas Nanang justru menjadi trademark. Setelah Pujasera Semanggi dijual dan membuat tempat usahanya terpaksa berpindah ke seberang jalan, Nanang justru mulai menapaki jalan kesuksesan.
Buka selama 24 jam, Nanang yang waktu itu masih dibantu oleh istri untuk berjualan pun mulai bisa membuka cabang kedua. Menu Ayam Goreng Nelongso langsung jadi populer di kalangan mahasiswa dan anak-anak muda. Nanang melanjutkan jalannya dengan membuka cabang ketiga.
Sempat mengalami musibah karena cabang kedua terbakar, Nanang sempat dicibir karena penggunaan kata nelongso justru membuat bisnisnya bernasib menyedihkan. Bukannya diganti, Nanang justru semakin yakin menggunakan brand Ayam Goreng Nelongso hingga akhirnya menjadi salah satu restoran ikonik di wilayah Malang Raya.
Kehidupan perekonomian yang jauh lebih baik, membuat Nanang ingin melakukan self-reward. Ayah enam orang anak ini akhirnya membeli kembali ruko tempat Pujasera Semanggi pernah berada, lokasi lahirnya menu ayam goreng nelongso.
"Saya akhirnya beli ruko itu tanpa menawar. Ruko itu adalah titik awal perjuangan saya. Saya masih ingat bagaimana istri tidur di samping gerobak, ikut meladeni pembeli meskipun capek pulang kerja. Saya tidak menyangka sampai ke titik ini. Padahal dulu itu sebuah khayalan luar biasa. Dari sebuah gerobak mampu membeli ruko yang miliaran. Di kawasan kelas A pula, jalan Soekarno-Hatta," papar Nanang dengan mata nanar.
Kini setelah melewati tahun demi tahun yang penuh kepiluan, Nanang si Anak Baik itu tetap berjalan di mimpi yang sudah dipilihnya. Keteguhan hati dan semangat pantang menyerah bahkan membuat Nanang mampu membuka outlet baru Ayam Goreng Nelongso di tengah kondisi sulit pandemi Covid-19.
Pria berusia 34 tahun yang sudah punya gerai Ayam Goreng Nelongso di Surabaya, Bandung, Yogyakarta dan Denpasar itu resmi melakukan Grand Opening cabang ke-71 untuk Ayam Goreng Nelongso Purwosari pada tanggal 24 Juni 2021 kemarin. Dengan bendera Ayam Goreng Nelongso Group, bisnisnya tetap berusaha bertahan dan terus melakukan ekspansi.
"Buat saya, keberuntungan itu tidak pernah ada. Yang ada adalah bagaimana kita terus berusaha dan memanfaatkan peluang yang ada. Karena kalau peluang itu tidak kita ambil, kita tidak akan jadi beruntung," tutup Nanang.
23 Komentar
Sedih banget ceritanya tapi bikin saya jadi termotivai, untuk mencapai sebuah kesuksesan tentu saja mesti dicapai dengan perjuangan yang tidak mudah ya. Keren sekali mas nanang, masih muda tapi usahanya sudah punya banyak cabang
BalasHapusBener kak, di usia 20an awal masih mager beliau udah tancap gas demi hidup. Sekarang tinggal menuai sukses
HapusLangsung kepoin ig nya. Masyaallah ya perjuangannya. Luar biasa banget. Kalau kemalang wajib di coba nih ayam nele
BalasHapusongso
Siap, ada di Surabaya, Depok, Jogja, Denpasar dan Madura juga kak. Semoga bisa mencoba yah
HapusWow ceritanya luar biasa sekali. Sebelum sukses gitu lika likunya banyak dan bahkan sampai dititik terrendah gitu yaa. Masya Allah, semoga sukses selalu bisnisnya. Aku jd penasaran, d Jogja ada nggak yaaa. Cari ah nanti
BalasHapuskatanya sih ada di Jogja kak, di jalan Kaliurang, Sleman
Hapussubhanallah ya perjalanan bisnisnya. kesuksesan juga bis ahancur karena riba, ya Allah. aku sih gak bergeming baca perjalanan kisah bisnis nya, jadi panutan baru nih. aku jadi penasaran untuk usaha ayam goreng nelongso nya ini modal awalnya darimana ya? hehehe. biasa kalo sesama pengusaha yang ditanya itu duluan, hahahaha. btw soal rasa gimana nih? aku jadi penasaran. karena PSBB ketat kan sekarang, aku yang di Bandung belum bisa kemana - mana, huhuhuhu
BalasHapuskalau denger ceritanya pak Nanang, modal jualan ini harusnya dari penghasilan istrinya sih waktu itu, atau nggak ada uang tersisa kali ya. Terus semakin berlipat seiring omzetnya meningkat. Kalau soal rasa, worth dengan harganya sih kak mkwkwkw, mahasiswa pelajar kenyang. Favorit buat traktiran haha
HapusSehat terus ya kak Ekaa, semangat kita bertahan selama pandemi
wah ternyata ada kisah di balik pendirian ayam goreng nelongso ini ya kak. Di surabaya juga banyak nih outletnya, dan saya pengen banget nyobain. semoga ada waktu utk mencoba
BalasHapusSedih banget cerita kisah asmaranya mbaa, tapi juga pengen ngakak aslinya. Wkwkwkwk. Semangat pak Nanang!!!
BalasHapus"Buat saya, keberuntungan itu tidak pernah ada." Kalau mbaknya yang nulis ini ko hoki terus ya malahan hihi
Duh, salfok kak mwkkww. Ya seperti itulah kebodohan masa muda. Alhamdulilah, semoga habis ini bisa hoki lagi
HapusKebiasaan yaa kalo temen yang komen jadi pengen ngakak juga.
HapusPadahal aslinya kasihan banget kisahnyaa. wkwkwkwk tapi karena asmaranya kita tahu kek apa ya jadi ngakak berjamaah
Aku merasa kalian nggak ada yang kasihan sebenarnya, huhu. Doakan sahabat tuna asmara ini sesukses pak Nanang plat M
HapusMasya Allah terharu bacanya :(
BalasHapusBenar adanya ya, kalau kita bersungguh-sungguh mengerjakan dan menjalani sesuatu yang baik dan halal, Insya Allah akan ada saatnya semua itu akan tercapai yaa..
Perjalanan hidup yg luar biasa ya, sqlut sama istrinya mas nanang ini...
BalasHapuspantas klo skrg bisa sukses kayak gini yaa
Wow kisahnya inspiratif sekali. Patut dijadikan contoh untuk saya nih.
BalasHapusMasyaAllah luar biasa perjalanan hidup & bisnisnya. Kisah yang sangat inspiratif, banyak hal baik yang bisa kita ambil dari hidupnya Pak Nanang
BalasHapusSaya bacanya bnr2 menghayati dan membayangkan. Sumpah ini memotivasi diri Saya untuk terus semangatt mengambil peluang2 di depan mata. Terimakasih ceritanya ❤
BalasHapusAllahu Akbar, Allah tahu yang terbaik ya Mba, perjuangan ayam goreng nelongso ini bikin orang yang sedang membangun usaha makin bersemangat
BalasHapusDuh aku malah galfok pada nelongsonya ntraktir cowok, eh ujung-ujungnya ditinggal nikah mbak, hehe.
BalasHapusBtw, keren banget ya pak Nanang, usianya 2 tahun lebih muda dariku tapi pengalaman hidupnya luar biasa. Sudah bisa meraih kesuksesan yang diimpi-impikan pula. Kereen. Semoga makin moncer Bebek Nelongsonya. Kalau ke Malang, mau mampir aaah.
hahaha kak Mar, sudahlah itu hanya jadi kisah masa lalu ketika masih muda dan terbodohi oleh cinta mwkwkkw
HapusMasyaAllah kisah Pak Nanang bisa jadi inspirasi. Usianya masih muda dan mau terus berjuang. Meskipun di awal hanya laku Rp 500, dari penjualan kerupuk. Sekarang gerainya justru makin maju dan berkembang.
BalasHapusCeritanya sangat menginspirasi Kak, bahwa meskipun kita berada di titik terendah, selalu ada jalan dan cara untuk bangkit, selama kita bisa sabar dan ikhlas. Keren bangett
BalasHapus