© freepik/pikisuperstar |
Sapto Yogo Purnomo mungkin tak akan pernah mencatatkan namanya dalam sejarah olahraga dunia, jika dia memilih tenggelam dalam keterpurukan akibat diejek teman-temannya sejak kecil.
Terlahir dalam kondisi cerebral palsy yakni gangguan pada gerakan, otot atau postur tubuh, pria asal Banyumas ini harus terbiasa dengan cibiran karena gerakan tangan dan kaki kanannya tidak seperti manusia normal. Ingin membuktikan bahwa ’kekurangan’ yang dia alami justru adalah sebuah ’kelebihan’, Sapto pun memilih jalan hidupnya sebagai seorang sprinter di usia 16 tahun, ketika duduk di bangku kelas 1 SMK yang membawanya ke Pelatnas.
Bergelut di cabang para-atletik, pemuda yang lahir pada 17 September 1998 ini langsung menorehkan prestasi dalam waktu dua tahun. Yap, di ajang Peparnas (Pekan Paralimpiade Nasional) 2016, Sapto yang masih berumur 18 tahun kala itu langsung memboyong lima medali emas di lima nomor yang dia ikuti.
Setahun kemudian di ajang Asean Para Games 2017, Sapto berhasil menggondol dua medali emas. Seolah tak terbendung, Sapto semakin menambah pundi-pundi medali emasnya di tahun 2018 saat berhasil membawa pulang dua keping dari ajang Asian Para Games 2018 dan satu keping di World Para Atletik 2018.
Seperti halnya
seluruh atlet di dunia ini yang menganggap Olimpiade adalah puncak dari seluruh
pencapaian mereka, Sapto pun berhasil menggapai asa di Paralimpiade Tokyo 2020,
ajang olahraga empat tahunan tertinggi tingkat dunia bagi atlet-atlet
disabilitas. Tak main-main, Sapto berhasil meraih medali perunggu di nomor 100
meter T37 dengan catatan waktu 11.31 detik, sekaligus memecahkan rekor Asia.
aksi Sapto di Paralimpiade Tokyo 2020 |
Kini pemuda
berusia 23 tahun yang begitu ceria, optimis dan suka bercanda itu siap menanti
bonus Rp1,5 miliar dari pemerintah karena keberhasilannya membawa medali
perunggu. Tentu berbagai torehan prestasi Sapto ini adalah sebuah ’pukulan
telak’ bagi mereka yang pernah menghinanya sejak kecil.
Kaum Muda Disabilitas, Fokus Utama NLR Indonesia
Tentu apa yang
dialami Sapto saat kecil itu hanya satu dari jutaan kisah pilu kaum muda
disabilitas di negeri ini. Sekadar informasi, Indonesia memiliki 21,8 juta
penduduk disabilitas yang berarti 8,26% dari total populasi. Dari jumlah itu,
sekitar 24% di antaranya atau lebih dari lima juta orang adalah kaum muda
disabilitas di rentang usia 5 - 24 tahun.
Kalangan
disabilitas lintas generasi (milenial, Z, alpha) itu ada yang cukup beruntung
bisa meraih mimpinya seperti Sapto, tapi banyak pula yang harus memadamkan api
citanya karena menyerah terhadap nasib. Mereka harus rela hidup sebagai kaum
kelas dua dan harus selalu menerima diskriminasi serta hinaan sehari-hari.
Muramnya nasib
kaum muda disabilitas Tanah Air inilah yang akhirnya menjadi penggerak utama
NLR Indonesia. Yayasan nasional yang dibentuk pada tahun 2018 ini adalah
perpanjang tanganan dari NLR yang sudah berdiri di Belanda pada 30 Maret 1967.
Sudah beroperasi di 20 negara di seluruh dunia, NLR memiliki tiga tujuan utama
yakni Zero Transmission (nihil penularan), Zero Disability (nihil
disabilitas) dan Zero Exclusion (nihil eksklusif).
Fokus inilah yang
didengungkan oleh NLR Indonesia bersama KBR (Kantor Berita Radio) pada Selasa,
24 Agustus 2021 pukul 09.00 - 10.00 WIB kemarin. Dalam acara talk show
interaktif bertajuk Yang Muda Yang Progresif, Untuk Indonesia Inklusif
ini, saya bersama rekan-rekan blogger dari komunitas IIDN ikut terlibat
dalam keseruan pembahasan yang mengundang dua narasumber yakni Widya
Prasetyanti selaku Program Development & Quality Manager NLR Indonesia, dan
Agustina Ciptarahayu sebagai Founder & CEO PT. Botanina Hijau Indonesia.
Sekadar informasi, KBR merupakan penyedia konten jurnalisme independen yang didukung penuh oleh reporter dan kontributor terbaik Tanah Air sampai tingkat Asia. Dibentuk pada tahun 1999, berbagai produk KBR telah disiarkan di lebih dari 500 radio seluruh Indonesia dan 200 radio di lingkup Asia hingga Australia.
Bukan tanpa
alasan kenapa NLR Indonesia menaruh perhatian lebih dalam upaya kesetaraan hak
bagi kaum muda disabilitas. Karena NLR sendiri memang memiliki tujuan
pemberantasan kusta dan pemenuhan hak OYPMK (Orang yang Pernah Mengalami
Kusta). Dengan salah satu dampak terberat dari penyakit kusta adalah
disabilitas, NLR pun mengusung visi agar OYMPK dan kaum disabilitas bisa
menikmati hak-hak mereka tanpa mendapatkan stigma dan diskriminasi, sehingga
tercipta masyarakat yang inklusif.
Demi mewujudkan
itu semua, NLR pun mengemban misi besar dalam mencegah, mendeteksi sekaligus
menangani kusta, termasuk mengedukasi masyarakat atas kusta dan disabilitas itu
sendiri.
Komitmen NLR Indonesia Perjuangkan Hak Disabilitas - OYPMK
Dalam acara talkshow
selama satu jam itu, Widya tak menampik bahwa hingga saat ini kaum disabilitas dan OYPMK masih
mengalami stigma diri dan stigma sosial yang tinggi di kalangan masyarakat.
Kondisi ini akhirnya membuat mereka mengalami kesulitan dalam mengakses
berbagai kebutuhan penting sehari-hari termasuk kesehataan dan pekerjaan.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut, NLR Indonesia pun memiliki sejumlah program bagi OYPMK dan anak-anak muda disabilitas seperti:
- Mewujudkan hak-hak ketenagakerjaan inklusif baik di sektor formal dan kewirausahaan
- Memberikan
prioritas tumbuh kembang terhadap anak-anak pengidap kusta, keluarga OYPMK,
disabilitas hingga down syndrome agar mereka memperoleh pendampingan dan
edukasi topik khusus kesehatan seksual remaja
- Membuka
kesempatan pemagangan inklusif untuk orang muda kusta dan disabilitas agar bisa
bekerja di NLR Indonesia dan organisasi-organisasi mitra di berbagai wilayah
Indonesia
- Menawarkan konseling
sebaya untuk teman-teman muda pengidap kusta. Di mana OYPMK sendiri dilatih
oleh NLR Indonesia supaya bisa jadi konselor handal bagi pasien kusta lainnya
- Program #SUKA
(Suara Untuk Kusta) yang menyasar anak-anak muda pada umumnya, pengguna
internet hingga kampanye dari kampus ke kampus supaya masyarakat lebih paham
soal kusta
Supaya seluruh
program itu bisa berjalan dengan baik, NLR Indonesia bermitra dengan
Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Dinas Kesehatan (Dinkes), orang profesi dan
mitra-miitra lain yang terlibat.
Tak hanya itu
saja, NLR Indonesia yang bekerja di 13 provinsi ini juga melakukan advokasi
kebijakan di tingkat desa hingga tingkat lebih tinggi. Termasuk di antaranya
mendorong penyandang disabilitas supaya memperoleh kapasitas dalam bekerja di
sektor formal maupun informal hingga pembentukan desa ramah penyandang
disabilitas.
Khusus untuk
pelatihan khusus, NLR Indonesia melakukannya di kantor pusat yang berada di
Jakarta. Di mana NLR Indonesia menerima karyawan magang baik disabilitas atau
OYPMK setiap tahunnya.
Dukungan Botanina Untuk Indonesia Inklusif
Senada dengan
gerakan terwujudnya Indonesia yang inklusif terutama bagi generasi-generasi
disabilitas dan OYPMK, PT. Botanina Hijau Indonesia bisa dibilang sebagai salah
satu yang sudah melakukannya. Hal itulah yang diungkapkan oleh Agustina yang
tidak menampik bahwa dunia usaha saat ini sudah sangat berubah. Ketatnya
persaingan membuat setiap pelaku usaha seperti dirinya melakukan berbagai
inovasi, sehingga membutuhkan skill personel yang spesifik. Hal inilah
yang akhirnya membuat dunia usaha membutuhkan para pekerja kreatif yang
berbasis pada karya, tanpa mempedulikan lagi keterbatasan fisiknya.
Tak heran kalau
akhirnya konsep inklusif di Botanina adalah sesuatu yang wajar. Bahkan Agustina
secara gamblang menyebutkan kalau salah satu pegawai kepercayaannya yang
bertugas di bagian produksi, memiliki indera penciuman yang sangat tajam
sekalipun mengalami kekurangan dalam hal low vision.
Bagi perusahaan
yang sudah berjalan selama tujuh tahun ini, siapapun bisa bekerja di dalamnya
asalkan memang memiliki kemampuan yang dibutuhkan oleh perusahaan.
Bahkan saat
disinggung apakah Botanina memberikan fasilitas khusus untuk karyawan yang
mengalami disabilitas dan OYPMK, Agustina menjelaskan kalau memang ada beberapa
hal yang disesuaikan seperti penyesuaian lampu di ruangan hingga format tulisan
yang lebih besar untuk karyawan yang mengalami low vision.
Talkshow KBR - NLR Indonesia - Botanina |
Tentu apa yang
diterapkan di Botanina ini senada dengan anjuran dari NLR Indonesia. Di mana
NLR Indonesia mengajak perusahaan-perusahaan untuk melakukan penyesuaian
terhadap para pekerja disabilitas, sesuai dengan kondisi kesehatan mereka
masing-masing.
Seperti misalkan
kelompok OYPMK yang biasanya indera perabanya sudah tidak maksimal dan punya
kondisi kesehatan yang lebih rentan, perusahaan harus melakukan penyesuaian
suhu ruangan hingga adaptasi ruang kerja. Namun selain berbagai penyesuaian
itu, yang terpenting adalah rekan-rekan kerja wajib menerima keberadaan
kelompok disabilitas dan OYPMK.
Mewujudkan
Indonesia inklusif memang bukanlah tugas NLR Indonesia dan Botanina saja.
Seperti tajuk acara yang digelar oleh KBR, Yang Muda Yang Progresif,
kita sebagai kalangan muda memang berperan penting dalam gerakan tersebut.
Generasi muda harus semakin paham bahwa disabilitas memiliki hak yang sama
untuk bisa mewujudkan citanya, dan memperoleh akses dalam dunia kerja.
Begitu pula
OYPMK, stigma negatif yang selalu lekat dengan penderita kusta haruslah dikikis
habis. Kusta bukanlah kutukan. Kusta adalah penyakit yang bisa diobati dan
pengidapnya dapat sembuh tanpa menularkan kembali. Tinggal tugas kita sebagai
masyarakat untuk membuka lebar gerbang-gerbang impian, agar teman-teman kita
yang mengalami disabilitas dan pernah terpenjara oleh kusta, bisa melihat
matahari yang sama di Bumi Indonesia.
0 Komentar