foto: Edgunn/Freepik |
Sahabat Awan, apakah sudah ada yang mempersiapkan rencana untuk mudik?
Tentu sangat menyenangkan membayangkan bisa menghabiskan Idulfitri bersama keluarga besar di kampung halaman.
Kalau aku, sepertinya keinginan mudik masih harus ditunda di tahun ini. Alasannya adalah karena daerah yang harus kukunjungi saat mudik adalah terlalu jauh yakni di Bukittinggi, Sumatera Barat sana. Aku terakhir kali merasakan mudik saat Ramadan tahun 2016, ketika menghabiskan malam takbiran hingga Lebaran di kampung halaman Ibuku.
Terlahir sebagai peranakan Jawa-Minang, berkunjung ke tanah Minangkabau tentu akan selalu menyenangkan. Selain suasana dan bisa bertemu kerabat tersayang, makanan di Sumatera Barat tak pernah gagal membuat perut berbahagia. Termasuk salah satunya yang ingin kukenalkan kepada Sahabat Awan, bubur kampiun.
Tentu sangat menyenangkan membayangkan bisa menghabiskan Idulfitri bersama keluarga besar di kampung halaman.
Kalau aku, sepertinya keinginan mudik masih harus ditunda di tahun ini. Alasannya adalah karena daerah yang harus kukunjungi saat mudik adalah terlalu jauh yakni di Bukittinggi, Sumatera Barat sana. Aku terakhir kali merasakan mudik saat Ramadan tahun 2016, ketika menghabiskan malam takbiran hingga Lebaran di kampung halaman Ibuku.
Terlahir sebagai peranakan Jawa-Minang, berkunjung ke tanah Minangkabau tentu akan selalu menyenangkan. Selain suasana dan bisa bertemu kerabat tersayang, makanan di Sumatera Barat tak pernah gagal membuat perut berbahagia. Termasuk salah satunya yang ingin kukenalkan kepada Sahabat Awan, bubur kampiun.
Memang, Apa Sih Bubur Kampiun?
bubur kampiun yang dijual di Solo foto: MettaNEWS |
Dilansir Indonesia Kaya, bubur kampiun adalah salah satu kuliner khas Minangkabau daratan (darek) yang tepatnya berasal dari wilayah Bukittinggi. Saat bulan Ramadan seperti saat ini, makanan yang cocok disantap ketika sarapan itu justru berubah menjadi salah satu takjil wajib.
Dalam bubur kampiun, Sahabat Awan akan menemukan banyak sekali isian mulai dari ketan putih kukus, bubur sumsum, bubur ketan hitam, bubur kacang hijau atau bubur kacang padi, bubur conde (candil) dan kolak ubi maupun pisang. Sekilas, bubur kampiun akan mengingatkan kalian dengan bubur srintil yang banyak ditemukan di Jawa dan memang keduanya memiliki citarasa lembut serta manis.
Hanya saja dalam perkembangannya, penjual bubur kampiun di area Bukittinggi biasanya memberikan campuran bahan berbeda seperti lupis ketan putih sebagai pengganti ketan putih kukus hingga bubur delima sebagai pengganti bubur conde. Sebagai kudapan tradisional, saat ini jumlah penjual bubur kampiun di tanah Minang memang semakin menyusut.
Tapi, Kenapa Namanya Bubur Kampiun?
foto: Instagram @berlianbenyamina_rungkat |
Dilansir Boladeli, istilah bubur kampiun sendiri berasal dari kata bahasa Inggris yakni champion (juara). Di mana pada tahun 1960-an di Desa Jambu Air, Banuhampu, Bukittinggi sana digelar sebuah Lomba Kreasi Membuat Bubur. Tanpa diduga, dalam lomba yang digelar oleh PRRI (Pemerintahan Revolusiner Republik Indonesia) dengan tujuan menghibur rakyat pasca perang Bukittinggi 1958-1961, bubur kampiun muncul sebagai pemenang.
Adalah Amai Zona, seorang perempuan lansia yang mengikuti lomba itu tanpa persiapan matang, tapi berhasil menjual menjadi juara dan langsung melabeli nama masakannya yang menang sebagai bubur kampiun.
Bagaimana Sahabat Awan? Tertarik untuk mencoba menikmati manisnya bubur kampiun saat berbuka puasa nanti? Yuk ke tanah Minangkabau!
0 Komentar